Minggu, 28 Februari 2010

Artikel KOndisi Cuaca saat ini dan cara penanggulangannya

Artikel

Awan, Cuaca dan Bencana

Oleh: Nur fauziah

Akibat musim pancaroba saat ini sebagian besar wilayah di Pulau Jawa, khususnya di Jakarta, Jawa Tengah dan Timur "tenggelam" dilanda bencana banjir dan tanah longsor. Tidak dapat dipungkiri, cuaca buruk telah membuka aib buruk terhadap pemeliharaan dan pengawasan pemanfaatan lingkungan di Pulau Jawa. Silih bergantinya kota yang dilanda banjir dan timbulnya kemacetan sepanjang hampir 40 Kilometer di jalur Pantura selama dua minggu, mengindikasikan cuaca sudah menjadi factor yang dominan terhadap munculnya bencana banjir dan longsor. Banyaknya kejadian bencana menunjukkan, daya dukung lingkungan Pulau Jawa sebenarnya sudah menurun. Hasil tinjauan ekologis yang telah dilakukan menunjukkan berbagai fenomena di atas disebabkan menurunnya secara tajam fungsi kawasan-kawasan lindung di Pulau Jawa.
Fenomena berkurangnya fungsi kawasan lindung tidak mudah untuk diatasi. Mengingat terdapat hierarki kewenangan maupun hubungan horizontal antar pemerintahan, yang selama ini belum mempunyai sinergi yang kuat untuk memecahkan masalah-masalah di lapangan. Disamping itu juga terdapat sejumlah peraturan-perundangan yang belum mendukung terwujudnya sinergi dimaksud, bahkan cenderung implementasinya tidak sinkron satu sama lain.

Problem Saat InI

Untuk menelaah mengapa terjadi penurunan daya dukung Pulau Jawa ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan antara lain, meskipun sumberdaya alam di Pulau Jawa telah mengalami kerusakan dan menyebabkan menurunnya daya dukung lingkungannya. Namun sebagian besar peraturan daerah atau perundangan yang ada saat ini masih bersifat eksploitatif dan tidak kolaboratif . Memasuki era otonomi daerah, pemerintah kabupaten dan kota, kini mempunyai kewenangan yang lebih besar dalam memanfaatkan dan mengelola sumber-sumber alam di wilayahnya dibandingkan sebelumnya. Dari 119 Peraturan Daerah (Perda) yang dianalisis sebagian besar Perda tentang pemanfaatan sumber daya alam di era otonomi daerah diterbitkan dengan motif untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Sebanyak 60 persen atau 71 dari 119 Perda di Jawa diterbitkan dengan motif untuk memperoleh retribusi ijin usaha /pajak daerah. ( Haryadi & Haryanto,Fahutan IPB 2006)
Sementara luas hutan dan lahan di P Jawa yang kini dalam kondisi kritis dan rawan bencana, sekitar 75% dimiliki secara perorangan (individual ownership rights) sedangkan sisanya sebesar 25% dikuasai negara (state property). Apabila pemilikan secara individu ini digunakan untuk hanya mengejar manfaat ekonomi semata, maka kebutuhan masyarakat secara sosial untuk memulihkan daya dukung lingkungan tidak akan tercapai. Pulau Jawa, dengan demikian menghadapi social dilemma. Pemecahan masalah social dilemma hanya dapat dilakukan apabila keputusan-keputusan dilakukan secara kolektif serta tidak hanya bertumpu pada batas-batas yurisdiksi pemerintahan/ administratif, melainkan dengan memperhatikan basis ekosistem sebagai yurisdiksi pengambilan keputusan.
Sementara perbandingan antara jumlah penduduk dengan daya dukung sumberdaya alam sudah tidak ideal lagi, dalam arti akibat besarnya jumlah penduduk tidak lagi memungkinkan tingkat produktivitas lahan per kapita dapat menjamin kesejahteraan minimal masyarakat. Upaya realokasi penduduk Pulau Jawa ke luar Jawa menjadi suatu keniscayaan. Masih berjalankah program Transmigrasi ?.
Jika kondisi ini terus berlanjut , ada prakiraan kedepan, yang mengkhawatirkan tingkat perkembangan bencana akan semakin meluas dan merata di Pulau Jawa. Khususnya di kawasan perkotaan Pantura yang merupakan wilayah hilir dari sebagian besar DAS yang ada. Hasil kajian terhadap daya dukung sumber daya air di Pulau Jawa ( Indreswati Guritno,2006) mengungkapkan, jika kondisi lingkungan Pulau Jawa semenjak tahun 1995 tidak berubah, maka kondisi Pulau Jawa sudah sangat kritis. Batas daya dukung sudah sangat marginal disemua propinsi. Jika kenyataanya saat ini sudah lebih dari yang diperkirakan, maka seluruh Pulau Jawa daya dukung lingkungannya sudah terlampaui (overshoot). Sehingga dapat disimpulkan setiap tahun mungkin kita akan menuai bencana. Apalagi jika kondisi cuaca juga mendukung kearah tersebut. Semakin buruk cuaca, maka perkiraan bencana yang buruk mungkin segera akan terjadi.
Hasil pengamatan selama tahun 2004 hingga 2006 telah terjadi banjir , longsor, dan kekeringan masing – masing di 102, 51, dan 97 kabupaten/kota. Perkiraan bencana pada tahun – tahun berikutnya diperkirakan akan semakin meningkat dan ini terbukti pada akhir tahun 2007 dan awal 2008. Kondisi banjir paling parah diperkirakan akan tetap terjadi di Jawa Tengah, disusul Jawa Barat dan Jawa Timur. Secara keseluruhan kejadian ini disebabkan semakin tingginya proses alih fungsi lahan. Sejak akhir tahun 2000, Jawa telah kehilangan 134.000 ha lahan basah, 110.000 ha lahan kering, dan 81.000 ha hutan (Hariadi Kartodihardjo, Fahutan IPB,2006) yang beralih fungsi menjadi permukiman, industri dan sebagainya. Padahal total luas pulau Jawa dan Madura hanya sekitar 7 persen dari luas Indonesia dan dihuni lebih dari 60 persen dari jumlah penduduknya. Tingkat kepadatan penduduknya rata – rata sudah lebih dari 1000 orang/km2. Dengan demikian Pulau Jawa telah berubah menjadi Pulau Perkotaan, yang semakin kritis wilayah resapan air.
Untuk mengantisipasi bencana , perlu dipertimbangkan beberapa hal yang menjadi prinsip dasar penanggulangan bencana secara bersama. Hindarkan pendekatan berdasarkan tugas pokok dan fungsi atau "tupoksi" dari masing – masing sektor terkait. Perlu lebih dikedapankan adanya, inovasi dibandingkan sekedar tupoksi. Kedepankan lingkup wilayah fungsional DAS dibandingkan administrasi kabupaten/kota. Kaji lebih mendalam, bahwa banjir dan longsor bukan sekedar masalah kerusakan lingkungan disekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) atau masalah hulu dan hilir. Mungkin ada hal – hal lain yang lebih mendasar dan struktural, seperti kemiskinan, politik pembiaran, politik penguasaan sumberdaya, politik pendapatan dibandingkan pengendalian.
Untuk hal yang non struktural, BMG adalah badan pusat, yang tidak memiliki tangan di daerah, maka sudah saatnya peran pemerintah daerah bergerak memotivasi dirinya untuk melakukan inovasi dengan memanfaatkan informasi BMG sebagai alat pencegah terjadinya bencana. Sementara untuk lingkup antar wilayah otonom, solusi bencana bukan dengan hal teknis semata, tetapi lebih menyangkut pola kerjasama antar daerah. Sebab bencana itu adalah masalah yang harus diatasi bukan untuk ditangisi.

Kekuatan dan kekurangan PT. Bio Farma

PT. Bio Farma

Manajemen Strategik
Nur fauziah 20206695

Kekuatan

- Sejumlah jenis vaksin lainnya yang diekspor ke berbagai negara antara lain DPT, Campak, BCG dan serum anti bisa ular

- Vaksin produksi Bio Farma sudah mampu menembus pasar lebih dari 72 negara

- Mampu menjadi pemasok dari separoh vaksin kebutuhan dunia tidak bisa dinilai dengan uang. Padahal di dunia terdapat 23 produsen vaksin, termasuk di antaranya

- Menjaga kualitas produksi sesuai standar internasional

- Perusahaan yang kini memiliki sebanyak 800-an karyawan tergolong kreatif dan inovatif.


Kekurangan

- Vaksin itu harus disimpan di tempat khusus dan tidak bisa tahan lama.

- Bio Farma tidak bisa mendistribusikan seluruh kota untuk Jawa barat, tapi dilakukan secara bertahap.

- Sumber dana untuk pengadaan vaksin dalam negeri berasal dari APBN serta bantuan luar negeri. Sementara untuk APBN hingga saat ini belum turun. Dana pembelian vaksin Hepatitis B berasal ari Global alliance Vaccine Initiative (GAVI).

- Bio Farma sebenarnya siap mengirimkan kebutuhan daerah. Namun, hal itu belum bisa dilakukan karena belum ada penandatanganan konrak.

Minggu, 21 Februari 2010

visi dan misi PT Bio farma


1.
Visi :
“Menjadi produsen vaksin dan antisera yang berdaya saing global”

Misi :

1.Memproduksi, memasarkan dan mendistribusikan vaksin dan antisera yang berkualitas internasional untuk kebutuhan Pemerintah, swasta nasional, dan internasional.
2. Mengembangkan inovasi vaksin dan antisera sesuai dengan kebutuhan pasar
3. Mengelola Perusahaan agar tumbuh dan berkembang dengan menerapkan prinsip prinsip good corporate governance.
4. Meningkatkan kesejahteraan Karyawan dan pemegang saham, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya.

Tujuan :

Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia dan dunia.

2. Visi tersebut termasuk visi strategik karena visi tersebut mudah diartikulasikan, mudah dipahami, dan diterima semua pihak dalam organisasi

3. Pernyataan misi mampu menjawab pertanyaan visi, karena di misi tersebut dijelaskan secara jelas upaya untuk menciptakan visi.